Kelas go Blog

Pengetahuan,Pendidikan, dan Informasi

Business

"TEMANGGUNG" : TEMPAT TERAKHIR PANGERAN DIPONEGORO SEBELUM DIJEBAK DAN DITANGKAP BELANDA



Pangeran Diponegoro merasa sangat kalut setelah ditinggalkan banyak anak buah terbaiknya yang menyerah atau tertangkap Belanda, atau juga gugur di medan perang. Seperti Pangeran Mangkubumi, Sentot Ali Basyah, Kyai Mojo, serta banyak lagi Pangeran dan Tumenggung, juga ratusan sahabat yang selama ini membantunya. Disertai taktik licik Belanda dengan menggunakan bekas anak buah Pangeran Diponegoro yang terus-menerus membujuk untuk mau diajak berunding. Akhirnya pada tanggal 16 Februari 1830, Pangeran Diponegoro bersedia bertemu dengan wakil Pemerintah Belanda yaitu Kolonel Cleerens, di Kamal daerah Bagelen ( sekarang wilayah Purworejo ). Namun dari pertemuan tersebut tidak terjadi perundingan, karena Pangeran Diponegoro hanya mau berunding dengan Wakil tertinggi Pemerintah Belanda di Jawa, yang saat itu dijabat oleh Jenderal De Kock. Dan karena saat itu Jenderal De Kock sedang berada di Batavia, maka untuk menunggu kembalinya Jenderal De Kock, Pangeran Diponegoro harus menginap di Kecawang, sebelah utara desa Saka. Tapi karena desa ini masih sangat jauh dari tempat perundingan yang rencananya akan dilaksanakan di Magelang, maka Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya pindah ke Menoreh ( sekarang wilayah Temanggung ) yang tidak terlalu jauh dari Magelang. Pada tanggal 21 Februari 1830, rombongan Pangeran Diponegoro telah tiba di Menoreh. Setelah menunggu sampai beberapa lama di Menoreh, hingga tiba Bulan Suci Ramadhan, sementara Jenderal De Cock belum juga kembali dari Batavia, maka Pangeran Diponegoro meminta agar perundingan diundur hingga setelah bulan Suci Ramadhan selesai, karena hendak melaksanakan ibadah puasa dengan tenang. Pada tanggal 8 Maret 1830, Pangeran Diponegoro sempat bertemu dengan Jenderal De Kock yang baru tiba dari Batavia, namun pertemuan ini hanyalah sebagai sarana perkenalan, serta untuk menetapkan tanggal perundingan akan dilangsungkan, yakni tanggal 28 Maret 1830 bertempat di Kantor Karesidenan Kedu ( sekarang menjadi Museum Badan Pengawas Keuangan, Jln. Diponegoro No. 1 Kota Magelang ). Namun pada tanggal 25 Maret 1830, Jenderal De Kock telah memberikan perintah rahasia kepada Letnan Kolonel Du Perron agar memperketat pengawasan di Magelang, serta perintah untuk menangkap seluruh anggota Pasukan Pangeran Diponegoro, jika perundingan berakhir dengan kegagalan. Tanggal 28 Maret 1830, sebelum pukul 07.00 WIB, kaki tangan Belanda yaitu Tumenggung Mangun Kusuma, telah melaporkan pada Residen Kedu Valk, bahwa Pangeran Diponegoro beserta delegasinya sebentar lagi akan tiba. Serta merta, Letnan Kolonel Du Perron menyiagakan pasukannya sesuai perintah Jenderal De Kock. Saat Pangeran Diponegoro benar-benar tiba di Magelang sekitar pukul 07.30 WIB, tak kurang seratus orang pasukan Letnan Kolonel Du Perron mengawalnya. Selain Pangeran Diponegoro sendiri, delegasi yang menyertainya adalah ketiga putranya, yakni Diponegoro Anom, Raden Mas Joned dan Raden Mas Ro'ub, ditambah Basyah Martanegara dan Kyai Badaruddin. Sedangkan pihak Belanda diwakili Jenderal De Kock, Residen Valk, Letnan Kolonel Roest, Mayor Ajudan De Stuers dan Kapten Roeps. Kolonel Cleerens yang pertama kali bertemu Pangeran Diponegoro dan menjamin kebebasannya setelah perundingan, justru tidak diikut sertakan, bahkan tidak berada di Magelang. Diduga hal tersebut disengaja, untuk cuci tangan pihak Belanda jika terjadi pengkhianatan terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh Pangeran Diponegoro dengan Kolonel Cleerens. Dan hasilnya sudah kita ketahui sekarang. Pangeran Diponegoro bersikeras bahwa perundingan tersebut hanyalah pendahuluan untuk menjajagi materi perundingan. Tapi Jenderal De Kock memaksa untuk langsung membicarakan materi perundingan itu sendiri. Pangeran Diponegoro marah dan bersitegang dengan pihak Belanda. Hingga Pangeran Diponegoro melontarkan ucapan, “Jika tuan menghendaki persahabatan, maka seharusnya tak perlu ada ketegangan dalam perundingan ini. Segalanya tentu dapat diselesaikan dengan baik. Jikalau kami tahu bahwa tuan begitu jahat, maka pasti kami lebih baik terus saja berperang di Bagelen. Tak ada perlunya kami datang kemari!”. Dan saat Jenderal De Kock mendesak Pangeran Diponegoro untuk menjelaskan tentang tujuannya berperang melawan Belanda, dengan tegas dan lantang Pangeran Diponegoro menjawab, “Untuk mendirikan negara merdeka di bawah pimpinan seorang alim untuk mengatur agama Islam di Pulau Jawa”. Mendengar jawaban tersebut, Jenderal De Kock terperanjat dan berkata, “Kalau begitu, tuan tidak boleh lagi kembali dengan bebas!” “Jika demikian, tuan hanyalah penipu dan pengkhianat”, jawab Pangeran Diponegoro marah,”Saya telah dijanjikan kebebasan untuk kembali ke tempat perjuangan saya semula jika perundingan ini gagal”. “Jika tuan kembali, maka peperangan akan berkobar lagi”, sahut Jenderal De Kock ketus. “Apabila tuan perwira dan jantan, mengapa pula tuan takut berperang?!”, sahut Pangeran Diponegoro tinggi. Dan itulah kalimat terakhir yang sempat diucapkan Pangeran Diponegoro. Karena Jenderal De Kock buru-buru menginstruksikan pada Letnan Kolonel Du Perron untuk menangkap sang Pangeran beserta seluruh delegasinya, serta melucuti semua anak buahnya yang berada diluar ruang perundingan. Yang jadi pertanyaan, dimanakah Pangeran Diponegoro tinggal selama di Menoreh? Jika ada yang tahu, harap berbagi kisah.
Bagikan :
+
Previous
Next Post »

Artikel Terkait:

0 Komentar untuk ""TEMANGGUNG" : TEMPAT TERAKHIR PANGERAN DIPONEGORO SEBELUM DIJEBAK DAN DITANGKAP BELANDA"

 
Copyright © 2015 Kelas go Blog
Template By Kunci Dunia
Back To Top