Belakangan ini telah
tumbuh kesadaran betapa mendesaknya agenda untuk melakukan terobosan guna
membentuk dan membina karakter para siswa sebagai generasi penerus bangsa.
Kepribadian dan karakter bangsa yang mantap dan kokoh merupakan aspek penting
dari kualitas manusia yang ikut menentukan kemajuan suatu bangsa ke depan.
Kenyataan sekarang
memperlihatkan bahwa pendidikan kita belum berhasil dengan memuaskan. Tandanya
antara lain ialah kita masih banyak gagal dalam menanamkan akhlak pada anak
didik kita. Masih
banyaknya anak usia sekolah melakukan tawuran bolos sekolah, berperilaku yang mengarah kepada anarkisme dan sebagainya. Padahal, kita mengetahui bahwa kenakalan itu potensi untuk kejahatan. Banyak kita jumpai perilaku para anak didik kita yang kurang sopan, bahkan lebih ironis lagi sudah tidak mau menghormati orang tua, baik guru maupun sesama, budaya kekerasan di kalangan remaja, rasa maluyang kian terkikis, pergaulan bebas dan sebagainnya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jelas hal ini tidak dapat terlepas adanya perkembangan atau laju ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi yang mengglobal, bahkan sudah tidak mengenal batas-batas negara hingga mempengaruhi ke seluruh sendi kehidupan manusia.
banyaknya anak usia sekolah melakukan tawuran bolos sekolah, berperilaku yang mengarah kepada anarkisme dan sebagainya. Padahal, kita mengetahui bahwa kenakalan itu potensi untuk kejahatan. Banyak kita jumpai perilaku para anak didik kita yang kurang sopan, bahkan lebih ironis lagi sudah tidak mau menghormati orang tua, baik guru maupun sesama, budaya kekerasan di kalangan remaja, rasa maluyang kian terkikis, pergaulan bebas dan sebagainnya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jelas hal ini tidak dapat terlepas adanya perkembangan atau laju ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi yang mengglobal, bahkan sudah tidak mengenal batas-batas negara hingga mempengaruhi ke seluruh sendi kehidupan manusia.
Menurut Sukarjo dan
Komarudin ( 2009 ), hal tersebut terjadi dikarenakan adanya pemutarbalikan
makna terhadap konsep Bhineka Tunggal Ika. Tatanan Orde Baru mengambil
pendekatan dan strategi yang keliru dalam mengelola relasi sosio-budaya dalam
masyarakat Indonesia yang majemuk. Sementara Suparno ( 2002 ) pendidikan di
Indonesia tidak lebih seperti mobil tua yang mesinnya rewel yang sedang berada
di tengah arus lalu lintas di jalan bebas hambatan. Sementara itu Soedijarto (
2008 ) apresiasi output pendidikan terhadap keunggulan nilai humanistik,
keluhuran budi, dan hati nurani pun menjadi dangkal.
Karena kegagalan dalam memberikan penanaman dan
pembinaan kepribadian yang baik di usia dini akan membentuk pribadi yang
bermasalah di masa dewasanya kelak. Dengan demikian, pendidikan berperan bukan
hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan, tetap lebih luas lagi sebagai
pembudayaan (enkulturasi) yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu
adalah pembentukan karakter dan watak (national and character building), yang
pada gilirannya sangat krusial bagi nation building atau menuju rekonstruksi
negara dan bangsa yang lebih maju dan beradab.
B. Memahami Makna Pendidikan Karakter
Seseorang yang dianggap
memiliki karakter yang baik akan mampu menunjukkan sebagai kualitas pribadi
yang patut serta pantas sesuai dengan yang diinginkan dalam kehidupan
masyarakat. Karena itu, pendidikan karakter senantiasa akan berkaitan dengan
bagaimana memberikan pengajaran pada anak-anak tentang nilai dasar manusia yang
berkaitan dengan kejujuran, kebaikan, kedermawanan, keberanian, kebebasan ,
persamaan, dan kehormatan. Manusia bukanlah sekumpulan masa lalu. Manusaia
adalah sebuah gerak menuju masa depan, yang senantiasa berubah menuju kepenuhan
diri sebagai diri sebagai manusia yang lebih besar. Manusia mengatasi apa yang
ada dalam diri manusia saat ini.
Karakter merupakan
struktur antropoligis manusia, tempat manusia menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasan dirinya. Kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin
bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar menghargai pentingnya
nilai karakter, karena saja perbuatan tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk
berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilaiitu. Thomas Lickona
(1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik yaitu moral
knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan
tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Komponen tersebut
diuraikan sebagai berikut :
Pertama, Pengetahuan Moral. Ada enam aspek dalam
orientasi moral knowing yaitu : 1) Kesadaran terhadap moral, 2)
Pengetahuan terhadap nilai moral, 3) mengambil sikap pandangan, 4) memberikan
penalaran moral, 5) membuat keputusan, dan 6) menjadikan pengetahuan sebagai
miliknya.
Kedua, Perasaan tentang moral. Ada enam aspek yang
menajdi orientasinya yaitu : 1) kata hati/suara hati, 2) harga diri, 3) empati,
4) mencintai kebajikan, 5) pengendalian diri, dan 6) kerendahan hati.
Ketiga, Perbuatan/Tindakan Moral.ada tiga aspek yang
menjadi indikator yaitu: 1) Kompetensi, 2) keinginan, 3) kebiasaan.
Dengan demikian,
pendidikan karakter merupakan proses pemberian tuntunan peserta/anak didik agar
menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga,
serta rasa dan karsa. Sementara moto pendidikan karakter adalah pendidikan
tanpa karakter, perdagangan tanpa moralitas, ilmu pengetahuan tanpa
kemanusiaan, politik tanpa prinsip/etika, semuanya tak berguna dan sangat
membahayakan.
C. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Karakter
Ketika mayoritas karakter
masyarakat kuat, positif, tangguh peradaban yang tinggi dapat dibangun dengan
baik dan sukses. Sebaliknya, jika mayoritas karakter masyarakat adalah negatif
dan lemah maka mengakibatkan peradaban yang dibangun pun menjadi lemah. Sebab peradaban
tersebut dibangun di atas
fondasi yang amat lemah. Karakter bangsa adalah modal dasar membangun peradaban tingkat tinggi.
fondasi yang amat lemah. Karakter bangsa adalah modal dasar membangun peradaban tingkat tinggi.
Pendek kata, tujuan pendidikan karakter (Nurul Zuriah, 2007:67) dapat disimpulkan
sebagai berikut;
1.
Anak memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluarga, lokal,
nasional, internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang, dan
tatanan antar bangsa.
2.
Anak mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam
mengambil keputusan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya kehidupan
bermasyarakat saat ini.
3.
Anak mampu menghadapi maslah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi
pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan
norma budi pekerti.
4.
Anak mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi pembentukan
kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab atas tindakannya.
Adapun sasaran dari pendidikan karakter itu sendiri adalah kepribadian
siswa , khususnya unsur karakter atau watak yang di dalamnya mengandung hati
nurani (Consciens) sebagai kesadaran (consciousness) untuk
berbuat kebajikan (virtue).
Daftar Pustaka : M. Noor, Rohinah. 2012. Mengembangkan Karakter Anak Secara
Efektif di Sekolah dan di Rumah. Sleman: Pedagogia.
Sumber Gambar : Google
Sumber Gambar : Google
0 Komentar untuk "Hakekat Pendidikan Karakter"